Islam Meminimalisir Kasus Kriminal
Islam Meminimalisir Kasus Kriminal
Sejak bulan April hingga awal Mei, media dihebohkan dengan berita kasus kekerasan yang berujung kematian. Diantaranya, kasus seorang mahasiswa Taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda Jakarta Utara berinisial P (19) yang harus meregang nyawa. Karena, diduga menjadi korban penganiayaan seniornya.
Masih awal Mei, seorang pria (20) membunuh perempuan yang dikabarkan adalah seorang pekerja Seks Komersial (PSK) berinisial RA (23) di sebuah indekos di Jalan Bhineka Jati Jaya Kecamatan Kuta Kabupaten Badung Bali pada Jumat, 3/5/2024 sekitar pukul 03.00 WITA. Pembunuhan diawali percekcokan, karena masalah bayaran yang tidak sesuai dengan kesepakatan di awal.
Pembunuhannya tergolong sadis, karena pelaku memutilasi korban hanya dengan pisau dapur dan memasukkan jasad korban ke dalam koper dan membuangnya ke semak – semak yang berlokasi di Jembatan Panjang Kelurahan Jimbaran Kecamatan Kuta Sekatan Kabupaten Badung Bali.
Kasus yang sama yaitu penemuan jasad dalam koper, dikabarkan bahwa pelaku pembunuhan dengan mutilasi ini adalah pasangan gelap dari sang korban alias selingkungan. Motif pembunuhan karena korban menuntut pelaku menikahinya (Dikutip dari cnnindonesia.)
Tak hanya 3 kasus di atas, masih banyak kasus kriminal yang muncul bahkan dalam hitungan menit. Ada yang diawali percekcokan diantara pasangan, baik karena masalah pernafkahan/ekonomi, perselingkuhan atau persaingan dalam bisnis dan pertemanan yang berujung tindak kriminal.
Mengapa, kasus kriminal seolah sulit dikendalikan ? Apakah karena masyarakat sudah tidak lagi mengindahkan nilai – nilai moral, sehingga hawa nafsu dikedepankan dalam menyelesaikan masalah ?, atau karena sanksi yang diberikan tidak membuat kapok/jera pelaku kriminal ?
Perlu dipahami, perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh aturan, dengan kata lain tergantung penerapan sebuah sistem di suatu negara.
Saat ini dunia di dominasi sistem Kapitalisme yang menjadikan sekularisme, sebagai landasannya. Pemikiran yang menjauhkan agama dari kehidupan tersebut, telah melahirkan budaya liberalisme dan kapitalisme.
Liberalisme artinya, membiarkan seseorang bertingkah laku baik itu menurut akal atau hawa nafsu. Kapitalisme memandang, bahwa kenikmatan tertinggi adalah kesenangan duniawi semata.
Memang benar, negara sudah memiliki UU untuk mengatur kasus kejahatan/kriminal, namun bukannya berkurang, kejahatan ini terus bertambah bahkan beranak – pinak.
Hal Ini membuktikan, bahwa hukuman yang dijatuhkan tidak membuat jera. Sesungguhnya sistem yang sedang diberlakukan oleh negara saat ini, yaitu sistem yang berasal dari manusia. Dimana untung – rugi, menjadi alasan manusia melakukan perbuatan. Demi memperoleh kesenangan dan keuntungan, manusia tidak takut melakukan tindak kejahatan. Maka, selama kapitalisme masih diterapkan, apa pun aturan yang dibuat berikut sanksinya, tidak akan mampu menghapus kejahatan ini.
Belum lagi budaya ‘tebang pilih’, ketika memberlakukan hukum atau sanksi di tengah masyarakat. Selain itu, sistem pendidikan memiliki peran penting membentuk karakter anak bangsa. Apabila sistem pendidikan rusak, maka pembentukan generasi pun akan rusak. Sistem pendidikan, merupakan dasar pembentukan jati diri manusia.
Lantas, bagaimana Islam menyikapi masalah kriminal ini ? Sejak masa Rasulullah dan masa para pemimpin sesudah beliau, sistem Islam dipakai untuk mengatur urusan bernegara dan bermasyarakat. Dan, kurang lebih selama 13 abad kekuasaan Islam. Menurut sebuah penelitian, angka kriminalitas tercatat tidak lebih dari 300 kasus. Ini dikarenakan Islam, adalah sistem yang paripurna. Penetapan hukum Islam secara total telah mampu mencegah terjadinya kriminalitas, landasan penerapannya adalah keimanan. Kalaupun sampai terjadi kejahatan, maka sistem sanksi Islam yang tegas siap diterapkan.
Semua pandangan dan hukum Islam, berasal dari Al-Qur’an dan Sunah. Seorang muslim didorong menjadikan dua sumber hukum Islam itu sebagai panutan, agar terwujud ketaatan kepada seruan Allah SWT,. Ia tak boleh mengikuti pandangan lain, seperti kapitalisme dan liberalisme. Sesungguhnya, manusia memiliki kemampuan untuk mengontrol hawa nafsu ini. Pengontrolan hawa nafsu juga bisa dipengaruhi oleh ketakwaan seseorang, apabila orang itu tidak meyakini Tuhan, ia akan berlaku seenaknya. Keyakinan, pada Pencipta inilah yang dapat membuat akalnya mengontrol hawa nafsu. Keyakinan juga dapat mengontrol tingkah laku seseorang, melakukan sesuatu.
Perlu dicatat, tindakan kriminal ini bukan fitrah manusia. Tindakan ini juga bukan sesuatu yang dihasilkan oleh manusia, tetapi bisa disebut sebagai penyakit yang menimpa manusia. Penyakit yang harus diselesaikan dan diobati, itu tindakan kriminal merupakan pelanggaran hukum syariat. Karena manusia hidup di dunia ini, dianugerahi oleh Allah SWT., kebutuhan jasmani (haajaat ‘udhawiyyah) dan naluri (gharaa’iz). Sebagai potensi kehidupan (thaaqah hayawiyyah) dan akal untuk mengetahui mana yang benar dan salah, mana yang hak serta batil. Sebagai potensi manusia, ketika kebutuhan jasmani dan naluri tersebut dibiarkan untuk dipenuhi manusia tanpa aturan (hukum syariat). Tentunya, pasti rusak dan kacau. Karena itu Allah SWT., menurunkan syariat sebagai aturan yang mengatur seluruh pemenuhan yang dilakukan oleh manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan jasmani maupun naluri-nya.
Islam juga memandang uqubat (sanksi hukum) sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (kuratif/penembus), dengan penerapan sanksi ini. Orang lain dapat tercegah dari keinginan untuk melakukan hal yang sama, di samping itu juga bisa mencegah dijatuhkannya hukuman di akhirat kelak. Hal ini, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah/2 : 179
وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Dan dalam hukuman kisas (sanksi) itu terdapat kehidupan bagi kalian, wahai orang-orang yang mempunyai pikiran agar kalian bertakwa.”(QS Al-Baqarah/2: 179). Waallahu’alam bishawaab.
Penyusun : Zidnyy
Editor 999.